Selasa, 07 Desember 2010

inilah negeriku







baik buruknya suatu bangsa ditentukan oleh akhlaq (budi pekerti) bangsa itu sendiri. Coba kita perhatikan lewat layar kaca, dan media-media cetak, rakyat ini ditunjukkan betapa rusaknya moral anak bangsa ini, seolah-olah tidak ada harapan untuk baik. Melihat kerusakan ini dari kalangan para pejabat, para wakil rakyat, sampai pada rakyat jelata.
Baru saja pada tanggal 17 Agustus 2010 kita memperingati hari kemerdekaan negeri ini yang ke-65. Jadi negeri kita sudah 65 tahun merdeka, tetapi kenyataannya sampai hari ini bangsa kita belum merdeka dari korupsi, belum merdeka dari hutang luar negeri, belum merdeka dari kemiskinan, juga dari ketidak adilan di bidang hukum.
Yang kita lihat, di sana-sini tampak manusia-manusia rakus pada harta dan pada jabatan. Kita saksikan di layar kaca, seorang Gayus pegawai golongan III bisa memiliki rumah mewah dan tabungan uang senilai 25 miliar rupiah, ternyata tidak hanya seorang Gayus. Di balik itu melibatkan beberapa oknum pejabat negara yang bersekongkol dalam kecurangan.
Yang menyedihkan lagi, para penegak hukum, Jendral berbintang pun saling tuding-menuding, melemparkan kesalahan, sampai ada sebutan “perang bintang”, ada juga istilah, “rekening gendut” yang dimiliki oleh para Jendral penegak hukum, “makelar kasus” (markus), “mafia peradilan”, dan macam-macam jenis kejahatan yang lain.
Perampokan pada Bank yang masih segar di ingatan kita, triliunan rupiah dirampok oleh oknum manusia yang tidak bertanggungjawab, belum dapat diusut dengan tuntas (Bank Century), muncul perampokan-perampokan lagi di beberapa tempat, yakni : Bank, Toko Emas dan SPBU di berbagai daerah, dilakukan dengan kekerasan, dengan senjata tajam, bahkan dengan senjata api. Perampok tidak egan-segan menembak mati seorang Brimob yang bertugas dan dua Satpam luka parah akibat tertembak oleh perampok tersebut (di Medan, Sumatera Utara). Mereka melakukan perampokan dengan kekerasan, mungkin karena tidak bisa melakukan perampokan dengan tenang-tenang, dan diam-diam di balik meja, karena tidak mempunyai kedudukan, tetapi hakikatnya adalah sama-sama perampok, hanya beda caranya saja.
Itu semua gambaran manusia-manusia yang rakus pada harta, dengan cara apapun mereka lakukan, asalkan dapat meraih yang diinginkan, tidak takut dosa lagi. Demikian pula manusia-manusia yang rakus dan ambisi pada suatu jabatan/kedudukan. Hampir setiap ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) di negeri ini, pasti terjadi kerusuhan, karena yang muncul juga kebanyakan manusia-manusia yang rakus/ambisi pada jabatan tersebut.
Maka terjadilah berbagai macam kecurangan oleh para calon beserta para pendukungnya, dengan melakukan suap-menyuap dan intimidasi. Adalagi lagi istilah “serangan fajar” menjelang detik-detik hari H, sehingga seorang calon pimpinan daerah berani kehilangan milyaran rupiah untuk menang dalam pilkada tersebut.
Akibatnya bagi yang kalah lalu marah dan membuat kekacauan. Bagi yang menang, jangan diharap bisa menjadi pemimpin daerah yang baik, karena modal yang dikeluarkan sudah terlalu banyak, maka dia pasti akan berusaha mengembalikan modalnya, dengan cara apa kalau tidak dengan curang ? Baru-baru ini kita saksikan lewat layar kaca pilkada di Tual (Maluku), terjadi kerusuhan hingga ada seorang wartawan yang dikeroyok masa sampai tewas.
Oleh karena itu saya serukan dengan semangat kemerdekaan, kita bangkit, bebaskan negeri ini dari korupsi, kita bebaskan dari ketidak adilan, kita bebaskan dari kemiskinan, dan kita bebaskan dari semua bentuk kedhaliman, baik itu yang dilakukan oleh bangsa sendiri atau oleh bangsa asing. Kita angkat harga diri bangsa ini, kita prioritaskan perbaikan akhlaq (budi pekerti). Kalau akhlaq (budi pekerti) bangsa itu baik, bangsa ini akan menjadi baik, semua bentuk kejahatan seperti yang disebutkan di muka pasti hilang. Akan tetapi kalau akhlaq (budi pekerti) bangsa ini tidak baik, jangan harapkan bangsa ini akan baik.
Rusaknya bangsa ini tentu tidak kita harapkan. Oleh karena itu keadaan yang begini sudah tidak saatnya lagi kita saling melemparkan kesalahan pada orang lain, tetapi haruslah kita akui, ini adalah kesalahan kita bersama. Maka untuk membangun harus kita bangun bersama, dimulai dari diri kita masing-masing, keluarga kita, kerabat-kerabat dekat kita, meluasnya kepada masyarakat bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar