Jumat, 22 Oktober 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bagi negara yang tengah bertransisi menuju demokrasi, seperti Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan yang mampu memperkuat barisan masyarakat sipil yang beradab dan demokratis amat penting dilakukan.
Pendidikan kewarganegaraan bukanlah barang baru dalam sejarah pendidikan nasional. Di era Soekarno, misalnya, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan pendidikan civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan.
Sayang, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru (Orba), seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila.
Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orba hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu.
Mencermati hal penting itu, upaya reformasi atas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) nasional sudah saatnya dilakukan. Beberapa unsur penting dalam pembelajaran PPKn perlu segera dilakukan perubahan secara mendasar: konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya.
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh, dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya.
Mengaca pada realitas demokrasi di Indonesia, pendidikan demokrasi yang disubordinasikan dalam pendidikan kewarganegaraan dengan konsep itu sudah saatnya dilakukan. Tujuan pendidikan ini adalah untuk membangun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.
Dalam konteks pendidikan demokrasi, pandangan tentang demokrasi dari filsuf pendidikan Amerika Serikat, John Dewey, dapat dijadikan rujukan yang relevan. Menurut dia, demokrasi bukan sekadar bentuk suatu pemerintahan, tetapi lebih sebagai pola hidup bersama (associated living) dan hubungan dari pengalaman berkomunikasi.
Oleh karena itu, kata penulis buku Democracy and Education itu, kian banyak orang terlibat dalam kepentingan-kepentingan orang lain yang berbeda, mereka akan kian banyak merujuk segala perbuatannya kepada kepentingan orang banyak, kian majemuk, dan, masyarakat itu akan semakin demokratis (Revitch, 2001). Idenya tentang demokrasi yang lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok tampak sesuai realitas kultural dan sosial Indonesia yang majemuk.
Orientasi lama pengajaran PPKn yang lebih menekankan kepatuhan peserta didik kepada negara sudah saatnya diubah ke arah pengajaran yang berorientasi pada penyiapan peserta didik menjadi warga negara yang kritis, aktif, toleran, dan mandiri.
Jika orientasi pendidikan PPKn masa lalu telah terbukti gagal melahirkan manusia Indonesia yang mandiri dan kreatif, karena terlalu kuatnya muatan “pengarahan” negara atas warga negara, pendidikan kewarganegaraan mendatang seharusnya diarahkan untuk membangun daya kreativitas dan inovasi peserta didik melalui pola-pola pendidikan yang demokratis dan partisipatif.
Absennya dua faktor ini dalam sistem pendidikan masa lalu ternyata telah berakibat fatal manakala negara sendiri tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.
Kenyataan ini tidak bisa dipisahkan dari peran Pendidikan Kewarganegaraan di masa lalu yang kurang memberi ruang bagi pengembangan sikap mandiri dan kreativitas di kalangan peserta didik.
Maraknya praktek KKN yang semakin transparan , kerusuhan, amuk massa, tawuran antar desa juga antar mahasiswa, tindakan-tindakan anarkhis dan meningkatnya kecenderungan penggunaan cara-cara tidak demokratis, menunjukan bahwa pembelajaran PKn kurang berhasil. Hal ini senada dengan pendapat International Commision of Jurrits (2003:1).bahwa kita kurang berhasil menyelenggarakan PKn seperti diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Isi maupun cara penyampaiannya sangat tidak memuaskan. Isinya hanya mencatat hal-hal yang baik-baik, cara penyampaiannya pun searah, bahkan indoktrinatif. Padahal salah satu syarat terselenggaranya pemerintahan yang demokratis ialah adanya PKn (civics).














BAB II
Pembelajaran PKn Mengalami Kegagalan dalam Implementasinya
Pakar ilmu perundang-undangan Universitas Andalas (Unand), Padang, Prof. Dr. Yuliandri, mengatakan, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dinilai 'gagal' sebagai media pemahaman nilai-nilai Pancasila."Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan.
Menciptakan situasi kelas yang inspiratif, interaktif, dan menyenangkan dalam pembelajaran PKn, tidaklah mudah. Sebagian besar siswa masih menganggap PKn sebagai pelajaran yang mementingkan hafalan. Pengetahuan yang diberikan guru dianggap kurang memberdayakan potensi kognitif,afektif dan psikomotorik siswa secara optimal. Selain itu adanya alasan lain, misalnya:
1. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanya. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkan tugas-tugas, memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan dan kemajuan tiap siswa
2. Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan oleh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. kebutuhan, minat, tujuan, abilitas dan lain-lain yan dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.


3. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruangan kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku-bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah belajar yang paling baik
Untuk mengubah anggapan tersebut, guru dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mencari strategi pembelajaran kreatif yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengutamakan penguasaan kompetensi. Rumusannya mengembangkan karakter yang cerdas dan budaya nalar terhadap konsep,nilai serta perilaku demokratis warga Negara.
Sebagai proses pencerdasan,pendekatan pembelajaran PKn harus memungkinkan suasana kelas menjadi lebih inspiratif dengan pelatihan penggunaan logika serta penalaran.Guru bisa memberikan pembelajaran yang digali dari fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung.
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari. "Sungguh dua realitas yang sangat kontras dan kontradiktif," kata dia. Oleh karena itu, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi alat pemahaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.
Di samping itu, kepemimpinan nasional harus membawa Pancasila ke dalam wacana dan kesadaran publik dan harus bicara tentang pentingnya Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Sudah waktunya kepemimpinan nasional dan pejabat-pejabat publik lainnya, memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini, jika mereka betul-betul peduli pada identitas nasional dan integrasi negara bangsa Indonesia, melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung Pancasila sebagai 'vision of state', maka dalam melakukan proses itu menuntut peran optimal dari negara dan pemerintah serta dukungan sepenuhnya dari 'civil society'. Sehingga pada akhirnya, melalui bingkai hukum dan sistem perundang-undangan yang ada, bangunan negara dan bangsa yang didirikan para pendiri negara akan dapat berdiri kokoh.
Faktor akhlaklah yang menjadi penyebab utama keterpurukan negara-negara terbelakang. Hal ini menandaskan, dalam kehidupan apapun segala persoalan harus menempatkan pembenahan perilaku menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang dicita-citakan Pancasila, dibutuhkan pemahaman bersama (mutual understanding) dan tingkat pendidikan yang lebih baik (well educated). Hal ini agar kesan yang muncul dari Pancasila sebagai ideologi tidak terlalu apologetik.
Terjadinya kegagalan pembelajaran PKn dalam implementasinya, kiranya sudah sangat mendesak diadakannya perubahan paradigma dalam PKn yang dikembangkan pada lembaga pendidikan. Di samping perubahan paradigma dalam bidang materi, tidak kalah pentingnya perubahan dalam bidang paradigma metodologis. Apabila perubahan pada paradigma yang pertama diarahkan secara sistematis pada pengembangan wacana demokrasi yang berkeadaban dalam dinamika perubahan sosial yang berkembang, maka perubahan paradigma metodologis diarahkan untuk mengembangkan daya nalar peserta didik dalam kelas-kelas yang partisipatif, sehingga peserta didik benar-benar dapat “mengalami demokrasi” dalam proses pembelajaran PKn.
Hambatan dan permasalahan lain menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2002:3) adalah adanya tangggapan kurang simpatik masyarakat kampus (civitas akademika) terutama mahasiswa terhadap matakuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai akibat proses pendidikan tiga dasawarsa terakhir yang bersifat indoktrinasi sehingga isi, makna, dan manfaat yang diperoleh dari mempelajari ketiga matakuliah tersebut tidak terasa.







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Sebagian besar siswa masih menganggap PKn sebagai pelajaran yang mementingkan hafalan. Selain itu disebabkan alasan – alasaan, antara lain Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa, Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif, Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Sebagai proses pencerdasan,pendekatan pembelajaran PKn harus memungkinkan suasana kelas menjadi lebih inspiratif dengan pelatihan penggunaan logika serta penalaran.Guru bisa memberikan pembelajaran yang digali dari fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung
Guru dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mencari strategi pembelajaran kreatif yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengutamakan penguasaan kompetensi. Rumusannya mengembangkan karakter yang cerdas dan budaya nalar terhadap konsep,nilai serta perilaku demokratis warga Negara.
Terjadinya kegagalan pembelajaran PKn dalam implementasinya, kiranya sudah sangat mendesak diadakannya perubahan paradigma dalam PKn yang dikembangkan pada lembaga pendidikan. Di samping perubahan paradigma dalam bidang materi, tidak kalah pentingnya perubahan dalam bidang paradigma metodologis. Sehingga peserta didik benar-benar dapat “mengalami demokrasi” dalam proses pembelajaran PKn.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bagi negara yang tengah bertransisi menuju demokrasi, seperti Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan yang mampu memperkuat barisan masyarakat sipil yang beradab dan demokratis amat penting dilakukan.
Pendidikan kewarganegaraan bukanlah barang baru dalam sejarah pendidikan nasional. Di era Soekarno, misalnya, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan pendidikan civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan.
Sayang, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru (Orba), seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila.
Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orba hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu.
Mencermati hal penting itu, upaya reformasi atas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) nasional sudah saatnya dilakukan. Beberapa unsur penting dalam pembelajaran PPKn perlu segera dilakukan perubahan secara mendasar: konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya.
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh, dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya.
Mengaca pada realitas demokrasi di Indonesia, pendidikan demokrasi yang disubordinasikan dalam pendidikan kewarganegaraan dengan konsep itu sudah saatnya dilakukan. Tujuan pendidikan ini adalah untuk membangun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.
Dalam konteks pendidikan demokrasi, pandangan tentang demokrasi dari filsuf pendidikan Amerika Serikat, John Dewey, dapat dijadikan rujukan yang relevan. Menurut dia, demokrasi bukan sekadar bentuk suatu pemerintahan, tetapi lebih sebagai pola hidup bersama (associated living) dan hubungan dari pengalaman berkomunikasi.
Oleh karena itu, kata penulis buku Democracy and Education itu, kian banyak orang terlibat dalam kepentingan-kepentingan orang lain yang berbeda, mereka akan kian banyak merujuk segala perbuatannya kepada kepentingan orang banyak, kian majemuk, dan, masyarakat itu akan semakin demokratis (Revitch, 2001). Idenya tentang demokrasi yang lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok tampak sesuai realitas kultural dan sosial Indonesia yang majemuk.
Orientasi lama pengajaran PPKn yang lebih menekankan kepatuhan peserta didik kepada negara sudah saatnya diubah ke arah pengajaran yang berorientasi pada penyiapan peserta didik menjadi warga negara yang kritis, aktif, toleran, dan mandiri.
Jika orientasi pendidikan PPKn masa lalu telah terbukti gagal melahirkan manusia Indonesia yang mandiri dan kreatif, karena terlalu kuatnya muatan “pengarahan” negara atas warga negara, pendidikan kewarganegaraan mendatang seharusnya diarahkan untuk membangun daya kreativitas dan inovasi peserta didik melalui pola-pola pendidikan yang demokratis dan partisipatif.
Absennya dua faktor ini dalam sistem pendidikan masa lalu ternyata telah berakibat fatal manakala negara sendiri tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.
Kenyataan ini tidak bisa dipisahkan dari peran Pendidikan Kewarganegaraan di masa lalu yang kurang memberi ruang bagi pengembangan sikap mandiri dan kreativitas di kalangan peserta didik.
Maraknya praktek KKN yang semakin transparan , kerusuhan, amuk massa, tawuran antar desa juga antar mahasiswa, tindakan-tindakan anarkhis dan meningkatnya kecenderungan penggunaan cara-cara tidak demokratis, menunjukan bahwa pembelajaran PKn kurang berhasil. Hal ini senada dengan pendapat International Commision of Jurrits (2003:1).bahwa kita kurang berhasil menyelenggarakan PKn seperti diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Isi maupun cara penyampaiannya sangat tidak memuaskan. Isinya hanya mencatat hal-hal yang baik-baik, cara penyampaiannya pun searah, bahkan indoktrinatif. Padahal salah satu syarat terselenggaranya pemerintahan yang demokratis ialah adanya PKn (civics).














BAB II
Pembelajaran PKn Mengalami Kegagalan dalam Implementasinya
Pakar ilmu perundang-undangan Universitas Andalas (Unand), Padang, Prof. Dr. Yuliandri, mengatakan, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dinilai 'gagal' sebagai media pemahaman nilai-nilai Pancasila."Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan.
Menciptakan situasi kelas yang inspiratif, interaktif, dan menyenangkan dalam pembelajaran PKn, tidaklah mudah. Sebagian besar siswa masih menganggap PKn sebagai pelajaran yang mementingkan hafalan. Pengetahuan yang diberikan guru dianggap kurang memberdayakan potensi kognitif,afektif dan psikomotorik siswa secara optimal. Selain itu adanya alasan lain, misalnya:
1. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanya. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkan tugas-tugas, memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan dan kemajuan tiap siswa
2. Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan oleh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. kebutuhan, minat, tujuan, abilitas dan lain-lain yan dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.


3. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruangan kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku-bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah belajar yang paling baik
Untuk mengubah anggapan tersebut, guru dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mencari strategi pembelajaran kreatif yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengutamakan penguasaan kompetensi. Rumusannya mengembangkan karakter yang cerdas dan budaya nalar terhadap konsep,nilai serta perilaku demokratis warga Negara.
Sebagai proses pencerdasan,pendekatan pembelajaran PKn harus memungkinkan suasana kelas menjadi lebih inspiratif dengan pelatihan penggunaan logika serta penalaran.Guru bisa memberikan pembelajaran yang digali dari fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung.
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari. "Sungguh dua realitas yang sangat kontras dan kontradiktif," kata dia. Oleh karena itu, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi alat pemahaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.
Di samping itu, kepemimpinan nasional harus membawa Pancasila ke dalam wacana dan kesadaran publik dan harus bicara tentang pentingnya Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Sudah waktunya kepemimpinan nasional dan pejabat-pejabat publik lainnya, memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini, jika mereka betul-betul peduli pada identitas nasional dan integrasi negara bangsa Indonesia, melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung Pancasila sebagai 'vision of state', maka dalam melakukan proses itu menuntut peran optimal dari negara dan pemerintah serta dukungan sepenuhnya dari 'civil society'. Sehingga pada akhirnya, melalui bingkai hukum dan sistem perundang-undangan yang ada, bangunan negara dan bangsa yang didirikan para pendiri negara akan dapat berdiri kokoh.
Faktor akhlaklah yang menjadi penyebab utama keterpurukan negara-negara terbelakang. Hal ini menandaskan, dalam kehidupan apapun segala persoalan harus menempatkan pembenahan perilaku menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang dicita-citakan Pancasila, dibutuhkan pemahaman bersama (mutual understanding) dan tingkat pendidikan yang lebih baik (well educated). Hal ini agar kesan yang muncul dari Pancasila sebagai ideologi tidak terlalu apologetik.
Terjadinya kegagalan pembelajaran PKn dalam implementasinya, kiranya sudah sangat mendesak diadakannya perubahan paradigma dalam PKn yang dikembangkan pada lembaga pendidikan. Di samping perubahan paradigma dalam bidang materi, tidak kalah pentingnya perubahan dalam bidang paradigma metodologis. Apabila perubahan pada paradigma yang pertama diarahkan secara sistematis pada pengembangan wacana demokrasi yang berkeadaban dalam dinamika perubahan sosial yang berkembang, maka perubahan paradigma metodologis diarahkan untuk mengembangkan daya nalar peserta didik dalam kelas-kelas yang partisipatif, sehingga peserta didik benar-benar dapat “mengalami demokrasi” dalam proses pembelajaran PKn.
Hambatan dan permasalahan lain menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2002:3) adalah adanya tangggapan kurang simpatik masyarakat kampus (civitas akademika) terutama mahasiswa terhadap matakuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai akibat proses pendidikan tiga dasawarsa terakhir yang bersifat indoktrinasi sehingga isi, makna, dan manfaat yang diperoleh dari mempelajari ketiga matakuliah tersebut tidak terasa.







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Sebagian besar siswa masih menganggap PKn sebagai pelajaran yang mementingkan hafalan. Selain itu disebabkan alasan – alasaan, antara lain Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa, Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif, Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Sebagai proses pencerdasan,pendekatan pembelajaran PKn harus memungkinkan suasana kelas menjadi lebih inspiratif dengan pelatihan penggunaan logika serta penalaran.Guru bisa memberikan pembelajaran yang digali dari fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung
Guru dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mencari strategi pembelajaran kreatif yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengutamakan penguasaan kompetensi. Rumusannya mengembangkan karakter yang cerdas dan budaya nalar terhadap konsep,nilai serta perilaku demokratis warga Negara.
Terjadinya kegagalan pembelajaran PKn dalam implementasinya, kiranya sudah sangat mendesak diadakannya perubahan paradigma dalam PKn yang dikembangkan pada lembaga pendidikan. Di samping perubahan paradigma dalam bidang materi, tidak kalah pentingnya perubahan dalam bidang paradigma metodologis. Sehingga peserta didik benar-benar dapat “mengalami demokrasi” dalam proses pembelajaran PKn.

Kamis, 14 Oktober 2010

1. Silahkan masing – masing buat RPP dengan salah satu model yang ada !
Jawab :
1. Saya memilih model pembelajaran kontekstual, karena dalam penyajian RPP ini memulai pelajaran dengan mengajukankan masalah yang rill bagi siswa kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif, materi yang disampaiakn terkait dengan kehidupan sehari-hari

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : I/1
Alokasi Waktu : 4 × 35 menit
Pelaksanaan : 14 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 20
B. Kompetensi Dasar
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangansampai dengan 20
C. Indikator
1) Menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan
2) Membaca dan menggunakan sombol +, –, dan =
3) Menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan
4) Mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam
5) Menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol
D. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa dapat menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan.
2) Siswa dapat membaca dan menggunakan simbol +, – , dan =.
3) Siswa dapat menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan.
4) Siswa dapat mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam.
5) Siswa dapat menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol.
E. Materi Ajar
 Penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 5
F. Metode Pembelajaran
1) Demonstrasi
2) Informasi/Ceramah
3) Diskusi
4) Tanya jawab
G. Media pembelajaran
1) Benda-benda yang relevan di lingkungan sekolah.
2) Buku Matematika Gemar Berhitung 1A halaman 43–53.29 KTSP Gemar Berhitung SD 1A R1
H. Langkah-Langkah Pembelajaran
 Pertemuan ke-1 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
 Apersepsi: memberi motivasi dan pengetahuan prasyarat bilangan
2) Kegiatan Inti
 Guru mengawali dengan demonstrasi.
 Guru memegang 2 pensil di tangan kiri dan 1 pensil di tangan kanan. Berapa jumlah pensil yang saya pegang? Benarkah 3 pensil?
 Guru meletakkan 5 bola di atas meja, kemudian diambil 2 bola. Berapa banyak bola di atas meja sekarang? Benarkah 3 bola?
 Guru mengajak siswa berlatih soal pada buku siswa halaman 44.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang membaca dan menggunakan simbol +, – dan = pada buku siswa halaman 45 serta latihan soalnya.
 Guru membuka kesempatan siswa bertanya.
3) Kegiatan Akhir
 Guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa akan materi yang diberikan.
 Guru memberi kata-kata pujian atas keikutsertaan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
 Guru memberi PR 3–5 soal.

 Pertemuan ke-2 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru memberi dorongan dan semangat siswa mengikuti pelajaran.
 Guru mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya dengan beberapa pertanyaan.
2) Kegiatan Inti
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang penjumlahan dua bilangan tanpa menyimpan.
 Guru mengajak siswa mengerjakan latihan soal yang ada di buku siswa atau guru membuat soal sendiri.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang pengurangan dua bilangan tanpa meminjam termasuk penjumlahan dan pengurangan dengan nol.
 Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa.
3) Kegiatan Akhir
 Guru memberi pertanyaan penjajakan secara acak kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran.
 Guru meminta siswa menyebutkan inti pembelajaran pada pertemuan kali ini di depan kelas.
I. Penilaian
1) Tertulis
Contoh soal:
a 1 rambutan + 1 rambutan = ... rambutan
b 2 rambutan + 2 rambutan = ... rambutan
c 1 salak + 2 salak = ... salak
d 1 salak + 3 salak = ... salak
e 1 salak + 4 salak = ... salak
f 2 jambu + 3 jambu = ... jambu
g 3 + 2 = ...
h 5 – 2 = ...
i 4 + 0 = ...
j 3 – 0 = ...

2) Kinerja/Perbuatan:
 Tingkah laku siswa, minat belajar, sikap, keaktifan dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, serta keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
3) Produksi/Hasil:
 Penilaian guru terhadap hasil pekerjaan rumah dan latihan-latihan.
4) Penugasan/Proyek:
 Guru memeriksa dan mengecek apakah tugas yang diberikan ke siswa dapat terselesaikan dengan baik atau tidak.
5) Portofolio
Contoh tugas portofolio:
 Tulislah penjumlahan yang hasilnya bilangan 5.
 Tulislah pengurangan yang hasilnya bilangan 2.


Salatiga, 14 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :
NIP : NIP :


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Silahkan masing – masing buat RPP dengan salah satu model yang ada !
Jawab :
1. Saya memilih model pembelajaran kontekstual, karena dalam penyajian RPP ini memulai pelajaran dengan mengajukankan masalah yang rill bagi siswa kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif, materi yang disampaiakn terkait dengan kehidupan sehari-hari

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : I/1
Alokasi Waktu : 4 × 35 menit
Pelaksanaan : 14 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 20
B. Kompetensi Dasar
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangansampai dengan 20
C. Indikator
1) Menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan
2) Membaca dan menggunakan sombol +, –, dan =
3) Menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan
4) Mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam
5) Menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol
D. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa dapat menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan.
2) Siswa dapat membaca dan menggunakan simbol +, – , dan =.
3) Siswa dapat menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan.
4) Siswa dapat mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam.
5) Siswa dapat menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol.
E. Materi Ajar
 Penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 5
F. Metode Pembelajaran
1) Demonstrasi
2) Informasi/Ceramah
3) Diskusi
4) Tanya jawab
G. Media pembelajaran
1) Benda-benda yang relevan di lingkungan sekolah.
2) Buku Matematika Gemar Berhitung 1A halaman 43–53.29 KTSP Gemar Berhitung SD 1A R1
H. Langkah-Langkah Pembelajaran
 Pertemuan ke-1 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
 Apersepsi: memberi motivasi dan pengetahuan prasyarat bilangan
2) Kegiatan Inti
 Guru mengawali dengan demonstrasi.
 Guru memegang 2 pensil di tangan kiri dan 1 pensil di tangan kanan. Berapa jumlah pensil yang saya pegang? Benarkah 3 pensil?
 Guru meletakkan 5 bola di atas meja, kemudian diambil 2 bola. Berapa banyak bola di atas meja sekarang? Benarkah 3 bola?
 Guru mengajak siswa berlatih soal pada buku siswa halaman 44.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang membaca dan menggunakan simbol +, – dan = pada buku siswa halaman 45 serta latihan soalnya.
 Guru membuka kesempatan siswa bertanya.
3) Kegiatan Akhir
 Guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa akan materi yang diberikan.
 Guru memberi kata-kata pujian atas keikutsertaan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
 Guru memberi PR 3–5 soal.

 Pertemuan ke-2 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru memberi dorongan dan semangat siswa mengikuti pelajaran.
 Guru mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya dengan beberapa pertanyaan.
2) Kegiatan Inti
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang penjumlahan dua bilangan tanpa menyimpan.
 Guru mengajak siswa mengerjakan latihan soal yang ada di buku siswa atau guru membuat soal sendiri.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang pengurangan dua bilangan tanpa meminjam termasuk penjumlahan dan pengurangan dengan nol.
 Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa.
3) Kegiatan Akhir
 Guru memberi pertanyaan penjajakan secara acak kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran.
 Guru meminta siswa menyebutkan inti pembelajaran pada pertemuan kali ini di depan kelas.
I. Penilaian
1) Tertulis
Contoh soal:
a 1 rambutan + 1 rambutan = ... rambutan
b 2 rambutan + 2 rambutan = ... rambutan
c 1 salak + 2 salak = ... salak
d 1 salak + 3 salak = ... salak
e 1 salak + 4 salak = ... salak
f 2 jambu + 3 jambu = ... jambu
g 3 + 2 = ...
h 5 – 2 = ...
i 4 + 0 = ...
j 3 – 0 = ...

2) Kinerja/Perbuatan:
 Tingkah laku siswa, minat belajar, sikap, keaktifan dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, serta keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
3) Produksi/Hasil:
 Penilaian guru terhadap hasil pekerjaan rumah dan latihan-latihan.
4) Penugasan/Proyek:
 Guru memeriksa dan mengecek apakah tugas yang diberikan ke siswa dapat terselesaikan dengan baik atau tidak.
5) Portofolio
Contoh tugas portofolio:
 Tulislah penjumlahan yang hasilnya bilangan 5.
 Tulislah pengurangan yang hasilnya bilangan 2.


Salatiga, 14 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :
NIP : NIP :


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Silahkan masing – masing buat RPP dengan salah satu model yang ada !
Jawab :
1. Saya memilih model pembelajaran kontekstual, karena dalam penyajian RPP ini memulai pelajaran dengan mengajukankan masalah yang rill bagi siswa kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif, materi yang disampaiakn terkait dengan kehidupan sehari-hari

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : I/1
Alokasi Waktu : 4 × 35 menit
Pelaksanaan : 14 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 20
B. Kompetensi Dasar
Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangansampai dengan 20
C. Indikator
1) Menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan
2) Membaca dan menggunakan sombol +, –, dan =
3) Menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan
4) Mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam
5) Menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol
D. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa dapat menyatakan masalah sehari-hari yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan.
2) Siswa dapat membaca dan menggunakan simbol +, – , dan =.
3) Siswa dapat menjumlah dua bilangan tanpa menyimpan.
4) Siswa dapat mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam.
5) Siswa dapat menjumlah dan mengurangi dengan bilangan nol.
E. Materi Ajar
 Penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 5
F. Metode Pembelajaran
1) Demonstrasi
2) Informasi/Ceramah
3) Diskusi
4) Tanya jawab
G. Media pembelajaran
1) Benda-benda yang relevan di lingkungan sekolah.
2) Buku Matematika Gemar Berhitung 1A halaman 43–53.29 KTSP Gemar Berhitung SD 1A R1
H. Langkah-Langkah Pembelajaran
 Pertemuan ke-1 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
 Apersepsi: memberi motivasi dan pengetahuan prasyarat bilangan
2) Kegiatan Inti
 Guru mengawali dengan demonstrasi.
 Guru memegang 2 pensil di tangan kiri dan 1 pensil di tangan kanan. Berapa jumlah pensil yang saya pegang? Benarkah 3 pensil?
 Guru meletakkan 5 bola di atas meja, kemudian diambil 2 bola. Berapa banyak bola di atas meja sekarang? Benarkah 3 bola?
 Guru mengajak siswa berlatih soal pada buku siswa halaman 44.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang membaca dan menggunakan simbol +, – dan = pada buku siswa halaman 45 serta latihan soalnya.
 Guru membuka kesempatan siswa bertanya.
3) Kegiatan Akhir
 Guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa akan materi yang diberikan.
 Guru memberi kata-kata pujian atas keikutsertaan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
 Guru memberi PR 3–5 soal.

 Pertemuan ke-2 (2 × 35 menit)
1) Kegiatan Awal
 Guru memberi dorongan dan semangat siswa mengikuti pelajaran.
 Guru mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya dengan beberapa pertanyaan.
2) Kegiatan Inti
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang penjumlahan dua bilangan tanpa menyimpan.
 Guru mengajak siswa mengerjakan latihan soal yang ada di buku siswa atau guru membuat soal sendiri.
 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang pengurangan dua bilangan tanpa meminjam termasuk penjumlahan dan pengurangan dengan nol.
 Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa.
3) Kegiatan Akhir
 Guru memberi pertanyaan penjajakan secara acak kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran.
 Guru meminta siswa menyebutkan inti pembelajaran pada pertemuan kali ini di depan kelas.
I. Penilaian
1) Tertulis
Contoh soal:
a 1 rambutan + 1 rambutan = ... rambutan
b 2 rambutan + 2 rambutan = ... rambutan
c 1 salak + 2 salak = ... salak
d 1 salak + 3 salak = ... salak
e 1 salak + 4 salak = ... salak
f 2 jambu + 3 jambu = ... jambu
g 3 + 2 = ...
h 5 – 2 = ...
i 4 + 0 = ...
j 3 – 0 = ...

2) Kinerja/Perbuatan:
 Tingkah laku siswa, minat belajar, sikap, keaktifan dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, serta keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
3) Produksi/Hasil:
 Penilaian guru terhadap hasil pekerjaan rumah dan latihan-latihan.
4) Penugasan/Proyek:
 Guru memeriksa dan mengecek apakah tugas yang diberikan ke siswa dapat terselesaikan dengan baik atau tidak.
5) Portofolio
Contoh tugas portofolio:
 Tulislah penjumlahan yang hasilnya bilangan 5.
 Tulislah pengurangan yang hasilnya bilangan 2.


Salatiga, 14 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :
NIP : NIP :


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Pendekatan pembelajaran induktif atau deduktifkah menurut Anda yang secara potensial lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn SD kelas rendah? Jelaskan dengan argumentasi yang mapan !
2. Ada tiga sub model pembelajaran terpadu PKn SD. Coba Anda buat satu rancangan pembelajaran dari ketiga model pembelajaran PKn SD tersebut, dan Anda tuangkan dalam RPP (cukup satu KD saja)!

Jawab :
1. Menurut pendapat saya, pendekatan pembelajaran Induktif lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn kelas rendah, karena anak usia SD berada pada fase berfikir operasional kongkrit. Pada fase ini kemampuan pemahaman anak terbatas pada hal-hal yang bersifat kongkrit. Anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak dengan baik.
2. Rancangan pembelajaran model PKn “ekspositori”
Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
Apersepsi deengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
Kemudian guru menyampaikan konsep-konsep materi
Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti, gambar, kaset, dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Guru mulai mengadakan pembelajaran
Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan memberikan tindak lanjut



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pembelajaran : PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
Kelas/ Semester : II/2
Alokasi Waktu : 4 X 35 menit
Pelaksanaan : Sabtu, 16 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Menampilkan sikap demokratis
B. Kompetensi Dasar
Mengenal kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Mendeskripsikan pengertian musyawarah
4) Mendeskripsikan pelaksanaan musyawarah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran tentang Mengenal kegiatan bermusyawarah, siswa mampu:
1) Menjelaskan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Menjelaskan pengertian musyawarah
4) Menjelaskan pelaksanaan musyawarah



E. Materi Pembelajaran
1) Arti Demokrasi
2) Demokrasi dalam Bentuk Musyawarah
F. Metode Pembelajaran
1) Metode ceramah
2) Metode pengamatan
3) Metode diskusi
4) Metode pemberian tugas
5) Metode penugasan
G. Alat dan sumber Pembelajaran
1) Buku Pendidikan Kewarganegaraan SD dan MI Kelas II
2) Buku yang relevan
H. Langkah-Langkah
Pertemuan Ke-1 dan 2
Judul materi pelajaran : arti demokrasi.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menunjukkan beberapa gambar, seperti sidang umum wakil rakyat, pelaksanaan pemilu, pemilihan ketua kelas, dan pemilihan kepala desa.
b. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Apakah gambar-gambar itu menunjukkan adanya demokrasi?”
c. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan tentang pemilihan ketua kelas II (pada saat mereka masuk dahulu).
d. Guru menjelaskan arti demokrasi.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

Pertemuan Ke- 3 dan 4
Judul materi pelajaran : demokrasi dalam bentuk musyawarah.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Pernahkah kamu melihat kegiatan musyawarah?” ”Apakah musyawarah juga ada di lingkungan keluarga?”
b. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan dengan memilih judul berikut.
 Musyawarah di Keluargaku
 Musyawarah di Kelasku
 Musyawarah di Kampungku
c. Guru menjelaskan tentang musyawarah.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

I. Evaluasi
a. Prosedur
 Tes awal : tidak ada
 Tes dalam proses : ada
 Tes akhir pembelajaran : ada
b. Bentuk tes
 Tes lisan dilakukan awal dan dalam proses
 Tes tertulis (isian singkat) dilakukan setelah akhir pelajaran
 Tes skala sikap
c. Soal tes
1. Musyawarah merupakan pengamalan Pancasila, sila ....

a. pertama
b. ketiga
c. Keempat

2. Membahas masalah bersama dengan tujuan mencapai mufakat disebut ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. musyawarah
3. Tujuan musyawarah adalah ....
a. mencapai kesepakatan bersama
b. mendapat dukungan orang banyak
c. merencanakan suatu kegiatan
4. Musyawarah yang baik dilandasi semangat ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. persamaan derajat
5. Dalam musyawarah di kelas sering muncul banyak ....
a. Persaingan
b. Pendapat
c. Keputusan


d. Kunci jawaban
1. C
2. C
3. A
4. C
5. B
e. Penilaian
 Jm soal 5
 Setiap jawaban diberi skor 2
 Setiap jawaban kurang diberi skor 1
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100

J. Tindak Lanjut
a. Soal
Berikan tanda cek (√) pada pernyataan berikut sesuai dengan pendapatmu!
NO pernyataan Tidak pernah Kadang sering selalu
1 Mendengarkan semua pendapat pesarta rapat dengan tertib
2 Tidak memaksakan kehendak
3 Mengajukan pendapat dengan cara yang sopan
4 Menganggap pendapat sendiri paling benar
5 Tidak melaksanakan keputusan musyawarah karena pendapatnya tidak diterima

b. Kunci jawaban
Relatif berdasarkan hasil pendapat siswa.
c. Pedoman penilaian
 Setiap jawaban betul diberi skor 20
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100





Salatiga, 16 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :Bunga Apriliana
NIP : NIM :292008119


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Pendekatan pembelajaran induktif atau deduktifkah menurut Anda yang secara potensial lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn SD kelas rendah? Jelaskan dengan argumentasi yang mapan !
2. Ada tiga sub model pembelajaran terpadu PKn SD. Coba Anda buat satu rancangan pembelajaran dari ketiga model pembelajaran PKn SD tersebut, dan Anda tuangkan dalam RPP (cukup satu KD saja)!

Jawab :
1. Menurut pendapat saya, pendekatan pembelajaran Induktif lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn kelas rendah, karena anak usia SD berada pada fase berfikir operasional kongkrit. Pada fase ini kemampuan pemahaman anak terbatas pada hal-hal yang bersifat kongkrit. Anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak dengan baik.
2. Rancangan pembelajaran model PKn “ekspositori”
Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
Apersepsi deengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
Kemudian guru menyampaikan konsep-konsep materi
Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti, gambar, kaset, dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Guru mulai mengadakan pembelajaran
Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan memberikan tindak lanjut



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pembelajaran : PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
Kelas/ Semester : II/2
Alokasi Waktu : 4 X 35 menit
Pelaksanaan : Sabtu, 16 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Menampilkan sikap demokratis
B. Kompetensi Dasar
Mengenal kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Mendeskripsikan pengertian musyawarah
4) Mendeskripsikan pelaksanaan musyawarah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran tentang Mengenal kegiatan bermusyawarah, siswa mampu:
1) Menjelaskan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Menjelaskan pengertian musyawarah
4) Menjelaskan pelaksanaan musyawarah



E. Materi Pembelajaran
1) Arti Demokrasi
2) Demokrasi dalam Bentuk Musyawarah
F. Metode Pembelajaran
1) Metode ceramah
2) Metode pengamatan
3) Metode diskusi
4) Metode pemberian tugas
5) Metode penugasan
G. Alat dan sumber Pembelajaran
1) Buku Pendidikan Kewarganegaraan SD dan MI Kelas II
2) Buku yang relevan
H. Langkah-Langkah
Pertemuan Ke-1 dan 2
Judul materi pelajaran : arti demokrasi.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menunjukkan beberapa gambar, seperti sidang umum wakil rakyat, pelaksanaan pemilu, pemilihan ketua kelas, dan pemilihan kepala desa.
b. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Apakah gambar-gambar itu menunjukkan adanya demokrasi?”
c. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan tentang pemilihan ketua kelas II (pada saat mereka masuk dahulu).
d. Guru menjelaskan arti demokrasi.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

Pertemuan Ke- 3 dan 4
Judul materi pelajaran : demokrasi dalam bentuk musyawarah.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Pernahkah kamu melihat kegiatan musyawarah?” ”Apakah musyawarah juga ada di lingkungan keluarga?”
b. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan dengan memilih judul berikut.
 Musyawarah di Keluargaku
 Musyawarah di Kelasku
 Musyawarah di Kampungku
c. Guru menjelaskan tentang musyawarah.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

I. Evaluasi
a. Prosedur
 Tes awal : tidak ada
 Tes dalam proses : ada
 Tes akhir pembelajaran : ada
b. Bentuk tes
 Tes lisan dilakukan awal dan dalam proses
 Tes tertulis (isian singkat) dilakukan setelah akhir pelajaran
 Tes skala sikap
c. Soal tes
1. Musyawarah merupakan pengamalan Pancasila, sila ....

a. pertama
b. ketiga
c. Keempat

2. Membahas masalah bersama dengan tujuan mencapai mufakat disebut ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. musyawarah
3. Tujuan musyawarah adalah ....
a. mencapai kesepakatan bersama
b. mendapat dukungan orang banyak
c. merencanakan suatu kegiatan
4. Musyawarah yang baik dilandasi semangat ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. persamaan derajat
5. Dalam musyawarah di kelas sering muncul banyak ....
a. Persaingan
b. Pendapat
c. Keputusan


d. Kunci jawaban
1. C
2. C
3. A
4. C
5. B
e. Penilaian
 Jm soal 5
 Setiap jawaban diberi skor 2
 Setiap jawaban kurang diberi skor 1
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100

J. Tindak Lanjut
a. Soal
Berikan tanda cek (√) pada pernyataan berikut sesuai dengan pendapatmu!
NO pernyataan Tidak pernah Kadang sering selalu
1 Mendengarkan semua pendapat pesarta rapat dengan tertib
2 Tidak memaksakan kehendak
3 Mengajukan pendapat dengan cara yang sopan
4 Menganggap pendapat sendiri paling benar
5 Tidak melaksanakan keputusan musyawarah karena pendapatnya tidak diterima

b. Kunci jawaban
Relatif berdasarkan hasil pendapat siswa.
c. Pedoman penilaian
 Setiap jawaban betul diberi skor 20
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100





Salatiga, 16 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :Bunga Apriliana
NIP : NIM :292008119


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Pendekatan pembelajaran induktif atau deduktifkah menurut Anda yang secara potensial lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn SD kelas rendah? Jelaskan dengan argumentasi yang mapan !
2. Ada tiga sub model pembelajaran terpadu PKn SD. Coba Anda buat satu rancangan pembelajaran dari ketiga model pembelajaran PKn SD tersebut, dan Anda tuangkan dalam RPP (cukup satu KD saja)!

Jawab :
1. Menurut pendapat saya, pendekatan pembelajaran Induktif lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn kelas rendah, karena anak usia SD berada pada fase berfikir operasional kongkrit. Pada fase ini kemampuan pemahaman anak terbatas pada hal-hal yang bersifat kongkrit. Anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak dengan baik.
2. Rancangan pembelajaran model PKn “ekspositori”
Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
Apersepsi deengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
Kemudian guru menyampaikan konsep-konsep materi
Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti, gambar, kaset, dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Guru mulai mengadakan pembelajaran
Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan memberikan tindak lanjut



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pembelajaran : PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
Kelas/ Semester : II/2
Alokasi Waktu : 4 X 35 menit
Pelaksanaan : Sabtu, 16 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Menampilkan sikap demokratis
B. Kompetensi Dasar
Mengenal kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Mendeskripsikan pengertian musyawarah
4) Mendeskripsikan pelaksanaan musyawarah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran tentang Mengenal kegiatan bermusyawarah, siswa mampu:
1) Menjelaskan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Menjelaskan pengertian musyawarah
4) Menjelaskan pelaksanaan musyawarah



E. Materi Pembelajaran
1) Arti Demokrasi
2) Demokrasi dalam Bentuk Musyawarah
F. Metode Pembelajaran
1) Metode ceramah
2) Metode pengamatan
3) Metode diskusi
4) Metode pemberian tugas
5) Metode penugasan
G. Alat dan sumber Pembelajaran
1) Buku Pendidikan Kewarganegaraan SD dan MI Kelas II
2) Buku yang relevan
H. Langkah-Langkah
Pertemuan Ke-1 dan 2
Judul materi pelajaran : arti demokrasi.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menunjukkan beberapa gambar, seperti sidang umum wakil rakyat, pelaksanaan pemilu, pemilihan ketua kelas, dan pemilihan kepala desa.
b. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Apakah gambar-gambar itu menunjukkan adanya demokrasi?”
c. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan tentang pemilihan ketua kelas II (pada saat mereka masuk dahulu).
d. Guru menjelaskan arti demokrasi.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

Pertemuan Ke- 3 dan 4
Judul materi pelajaran : demokrasi dalam bentuk musyawarah.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Pernahkah kamu melihat kegiatan musyawarah?” ”Apakah musyawarah juga ada di lingkungan keluarga?”
b. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan dengan memilih judul berikut.
 Musyawarah di Keluargaku
 Musyawarah di Kelasku
 Musyawarah di Kampungku
c. Guru menjelaskan tentang musyawarah.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

I. Evaluasi
a. Prosedur
 Tes awal : tidak ada
 Tes dalam proses : ada
 Tes akhir pembelajaran : ada
b. Bentuk tes
 Tes lisan dilakukan awal dan dalam proses
 Tes tertulis (isian singkat) dilakukan setelah akhir pelajaran
 Tes skala sikap
c. Soal tes
1. Musyawarah merupakan pengamalan Pancasila, sila ....

a. pertama
b. ketiga
c. Keempat

2. Membahas masalah bersama dengan tujuan mencapai mufakat disebut ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. musyawarah
3. Tujuan musyawarah adalah ....
a. mencapai kesepakatan bersama
b. mendapat dukungan orang banyak
c. merencanakan suatu kegiatan
4. Musyawarah yang baik dilandasi semangat ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. persamaan derajat
5. Dalam musyawarah di kelas sering muncul banyak ....
a. Persaingan
b. Pendapat
c. Keputusan


d. Kunci jawaban
1. C
2. C
3. A
4. C
5. B
e. Penilaian
 Jm soal 5
 Setiap jawaban diberi skor 2
 Setiap jawaban kurang diberi skor 1
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100

J. Tindak Lanjut
a. Soal
Berikan tanda cek (√) pada pernyataan berikut sesuai dengan pendapatmu!
NO pernyataan Tidak pernah Kadang sering selalu
1 Mendengarkan semua pendapat pesarta rapat dengan tertib
2 Tidak memaksakan kehendak
3 Mengajukan pendapat dengan cara yang sopan
4 Menganggap pendapat sendiri paling benar
5 Tidak melaksanakan keputusan musyawarah karena pendapatnya tidak diterima

b. Kunci jawaban
Relatif berdasarkan hasil pendapat siswa.
c. Pedoman penilaian
 Setiap jawaban betul diberi skor 20
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100





Salatiga, 16 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :Bunga Apriliana
NIP : NIM :292008119


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
1. Pendekatan pembelajaran induktif atau deduktifkah menurut Anda yang secara potensial lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn SD kelas rendah? Jelaskan dengan argumentasi yang mapan !
2. Ada tiga sub model pembelajaran terpadu PKn SD. Coba Anda buat satu rancangan pembelajaran dari ketiga model pembelajaran PKn SD tersebut, dan Anda tuangkan dalam RPP (cukup satu KD saja)!

Jawab :
1. Menurut pendapat saya, pendekatan pembelajaran Induktif lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn kelas rendah, karena anak usia SD berada pada fase berfikir operasional kongkrit. Pada fase ini kemampuan pemahaman anak terbatas pada hal-hal yang bersifat kongkrit. Anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak dengan baik.
2. Rancangan pembelajaran model PKn “ekspositori”
Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
Apersepsi deengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
Kemudian guru menyampaikan konsep-konsep materi
Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti, gambar, kaset, dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Guru mulai mengadakan pembelajaran
Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan memberikan tindak lanjut



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pembelajaran : PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
Kelas/ Semester : II/2
Alokasi Waktu : 4 X 35 menit
Pelaksanaan : Sabtu, 16 Oktober 2010

A. Standar Kompetensi
Menampilkan sikap demokratis
B. Kompetensi Dasar
Mengenal kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Mendeskripsikan pengertian musyawarah
4) Mendeskripsikan pelaksanaan musyawarah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran tentang Mengenal kegiatan bermusyawarah, siswa mampu:
1) Menjelaskan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Menjelaskan pengertian musyawarah
4) Menjelaskan pelaksanaan musyawarah



E. Materi Pembelajaran
1) Arti Demokrasi
2) Demokrasi dalam Bentuk Musyawarah
F. Metode Pembelajaran
1) Metode ceramah
2) Metode pengamatan
3) Metode diskusi
4) Metode pemberian tugas
5) Metode penugasan
G. Alat dan sumber Pembelajaran
1) Buku Pendidikan Kewarganegaraan SD dan MI Kelas II
2) Buku yang relevan
H. Langkah-Langkah
Pertemuan Ke-1 dan 2
Judul materi pelajaran : arti demokrasi.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menunjukkan beberapa gambar, seperti sidang umum wakil rakyat, pelaksanaan pemilu, pemilihan ketua kelas, dan pemilihan kepala desa.
b. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Apakah gambar-gambar itu menunjukkan adanya demokrasi?”
c. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan tentang pemilihan ketua kelas II (pada saat mereka masuk dahulu).
d. Guru menjelaskan arti demokrasi.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

Pertemuan Ke- 3 dan 4
Judul materi pelajaran : demokrasi dalam bentuk musyawarah.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Pernahkah kamu melihat kegiatan musyawarah?” ”Apakah musyawarah juga ada di lingkungan keluarga?”
b. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan dengan memilih judul berikut.
 Musyawarah di Keluargaku
 Musyawarah di Kelasku
 Musyawarah di Kampungku
c. Guru menjelaskan tentang musyawarah.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

I. Evaluasi
a. Prosedur
 Tes awal : tidak ada
 Tes dalam proses : ada
 Tes akhir pembelajaran : ada
b. Bentuk tes
 Tes lisan dilakukan awal dan dalam proses
 Tes tertulis (isian singkat) dilakukan setelah akhir pelajaran
 Tes skala sikap
c. Soal tes
1. Musyawarah merupakan pengamalan Pancasila, sila ....

a. pertama
b. ketiga
c. Keempat

2. Membahas masalah bersama dengan tujuan mencapai mufakat disebut ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. musyawarah
3. Tujuan musyawarah adalah ....
a. mencapai kesepakatan bersama
b. mendapat dukungan orang banyak
c. merencanakan suatu kegiatan
4. Musyawarah yang baik dilandasi semangat ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. persamaan derajat
5. Dalam musyawarah di kelas sering muncul banyak ....
a. Persaingan
b. Pendapat
c. Keputusan


d. Kunci jawaban
1. C
2. C
3. A
4. C
5. B
e. Penilaian
 Jm soal 5
 Setiap jawaban diberi skor 2
 Setiap jawaban kurang diberi skor 1
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100

J. Tindak Lanjut
a. Soal
Berikan tanda cek (√) pada pernyataan berikut sesuai dengan pendapatmu!
NO pernyataan Tidak pernah Kadang sering selalu
1 Mendengarkan semua pendapat pesarta rapat dengan tertib
2 Tidak memaksakan kehendak
3 Mengajukan pendapat dengan cara yang sopan
4 Menganggap pendapat sendiri paling benar
5 Tidak melaksanakan keputusan musyawarah karena pendapatnya tidak diterima

b. Kunci jawaban
Relatif berdasarkan hasil pendapat siswa.
c. Pedoman penilaian
 Setiap jawaban betul diberi skor 20
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100





Salatiga, 16 Oktober 2010
Guru Pamong Praktikan


Nama : Nama :Bunga Apriliana
NIP : NIM :292008119


Mengetahui
Dosen Pembimbing Kepala Sekolah



Nama : Nama :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai Bahasa Indonesia tentunya tak bisa terlepas dari asal usul Bahasa Indonesia itu sendiri, apabila kita lihat ke belakang, Bahasa Indonesia berakar dari rumpun Bahasa Melayu yang akhirnya mengalami perkembangan seiring dengan adanya pengukuhan secara resmi Bahasa Indonesia pada saat peristiwa Sumpah Pemuda tepat pada 28 Oktober 1928. Peristiwa tersebut secara langsung mengantarkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri mulai mengalami masa perkembangannya pada masa pemerintahan Orde Lama yang ditandai dengan adanya bentuk ejaan lama seperti rangkaian “dj”, “tj”, “oe”,dan bentuk lain ejaan lama. Di samping kemunculan ejaan lama, perkembangan Bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemunculannya para sastrawan Indonesia, mulai dari sastrawan angkatan 45, balai pustaka, hingga sastrawan-sastrawan muda yang saat ini mulai bermunculan.
Terkait dengan sedikit ulasan sebelumnya, perkembangan Bahasa Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya menimbulkan dampak positif, dampak negatifnya pun ada. Berkembangnya bahasa pergaulan yang saat ini mulai bermunculan mempengaruhi bentuk baku dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Ejaan Yang disempurnakan(EYD) pun mulai terlupakan. Masyarakat merasa lebih nyaman berkomunikasi menggunakan bahasa yang dikenal dengan “Bahasa Gaul”. Mereka bahkan merasa tak mengikuti perkembangan jaman apabila tidak bisa berbicara dengan bahasa gaul tersebut, selain itu, kemunculan bahasa pergaulan itu memberikan efek domino terhadap munculnya bahasa-bahasa baru yang tentunya menyimpang dan menyalahi bentuk EYD itu sendiri. Bahasa-bahasa itu antara lain bahasa komunikasi yang digunakan oleh sebagian komunitas, golongan bahkan perkumpulan tertentu. Sebagai contoh bahasa yang digunakan oleh para waria yang sangat khas kita dengar.
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya mengembalikan Bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Mengurangi komunikasi menggunakan bahasa gaul bisa menjadi salah satu upaya kearah tersebut. Sebagai realisasinya yaitu dengan membiasakan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik di lingkungan keluarga. Penggunaan bahasa sms yang baik dan benar pun bisa pula kita lestarikan untuk memperbaiki penggunaaan Bahasa Indonesia secara benar.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
2. Apa fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional ?
















ISI
BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL
Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia mengalami tahap-tahap yang sangat penting dalam sejarah perkembangannya. Dimulai dari 1901, disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. Van Ophuysen dalam Kitab Logat Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. Pada 1928 Bahasa Indonesia diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan. Kemudian tahun 1942 kedudukan bahasa Indonesia semakin kokoh akibat kekalahan belanda terhadap Jepang, yang secara otomatis bahasa Belanda tidak boleh dipergunakan lagi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam situasi resmi. Tahun 1945 Bahasa Indonesia memperoleh kedudukannya yang lebih pasti sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa kesatuan dan bahasa negara. Kemudian, dengan penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden RI tanggal 16 Agustus tahun 1972, selangkah bahasa Indonesia maju menuju kesempurnaannya. (Lihat J.S Badudu.1985)
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaedah bahasa. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1) Sebagai kebanggaan nasional,
Sebagai lambang kebangsaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan itu, bahasa Indonesia selalu kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap jika kita lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada kata bahasa asing
2) Sebagai lambang identitas nasional,
Bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika kita selalu berusaha membina dan mengembangkannya secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang tidak benar-benar kita perlukan. Untuk itu kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus ditingkatkan.
3) Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya,
Bahasa indonesia memang mampu mempersatukan bangsa indonesia yang berbeda-beda suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. Hal itu tampak jelas sejak di ikrarkan Sumpah Pemuda.
Pada zaman penjajahan jepang yang penuh dengan kekerasan dan penindasan, Bahasa Indonesia di gembleng sebagai alat pemersatu yang ampuh bagi Bangsa Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
4) Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah
Bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa Indonesia yang latar belakang sosial budaya dan bahasa ibunya berbeda-beda. Berkat bahasa nasional, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibunya itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga kesa-lahpahaman antarmereka tidak terjadi. Selanjutnya, dengan menggunakan bahasa Indonesia kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air kita ini tanpa ada hambatan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya suatu bahasa dapat didasari oleh tiga patokan, yaitu
(1) jumlah penuturnya,
(2) luas penyebarannya, dan
(3) peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang bernilai tinggi.














PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional mempunyai fungsi, yaitu Sebagai kebanggaan nasional, Sebagai lambang identitas nasional, Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah.
B. Saran
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional jangan disamakan dengan Bahasa Negara. Karena banyak orang yang beranggapan bahwa Bahasa Nasional itu sama dengan Bahasa Negara. Padahal kalau kita cermati ada perbedaannya, yaitu Bahasa Nasional bisa di gunakan dalam sehari-hari. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras. Sedangkan Bahasa Negara digunakan sebagai bahasa Resmi dan baku.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai Bahasa Indonesia tentunya tak bisa terlepas dari asal usul Bahasa Indonesia itu sendiri, apabila kita lihat ke belakang, Bahasa Indonesia berakar dari rumpun Bahasa Melayu yang akhirnya mengalami perkembangan seiring dengan adanya pengukuhan secara resmi Bahasa Indonesia pada saat peristiwa Sumpah Pemuda tepat pada 28 Oktober 1928. Peristiwa tersebut secara langsung mengantarkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri mulai mengalami masa perkembangannya pada masa pemerintahan Orde Lama yang ditandai dengan adanya bentuk ejaan lama seperti rangkaian “dj”, “tj”, “oe”,dan bentuk lain ejaan lama. Di samping kemunculan ejaan lama, perkembangan Bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemunculannya para sastrawan Indonesia, mulai dari sastrawan angkatan 45, balai pustaka, hingga sastrawan-sastrawan muda yang saat ini mulai bermunculan.
Terkait dengan sedikit ulasan sebelumnya, perkembangan Bahasa Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya menimbulkan dampak positif, dampak negatifnya pun ada. Berkembangnya bahasa pergaulan yang saat ini mulai bermunculan mempengaruhi bentuk baku dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Ejaan Yang disempurnakan(EYD) pun mulai terlupakan. Masyarakat merasa lebih nyaman berkomunikasi menggunakan bahasa yang dikenal dengan “Bahasa Gaul”. Mereka bahkan merasa tak mengikuti perkembangan jaman apabila tidak bisa berbicara dengan bahasa gaul tersebut, selain itu, kemunculan bahasa pergaulan itu memberikan efek domino terhadap munculnya bahasa-bahasa baru yang tentunya menyimpang dan menyalahi bentuk EYD itu sendiri. Bahasa-bahasa itu antara lain bahasa komunikasi yang digunakan oleh sebagian komunitas, golongan bahkan perkumpulan tertentu. Sebagai contoh bahasa yang digunakan oleh para waria yang sangat khas kita dengar.
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya mengembalikan Bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Mengurangi komunikasi menggunakan bahasa gaul bisa menjadi salah satu upaya kearah tersebut. Sebagai realisasinya yaitu dengan membiasakan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik di lingkungan keluarga. Penggunaan bahasa sms yang baik dan benar pun bisa pula kita lestarikan untuk memperbaiki penggunaaan Bahasa Indonesia secara benar.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
2. Apa fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional ?
















ISI
BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL
Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia mengalami tahap-tahap yang sangat penting dalam sejarah perkembangannya. Dimulai dari 1901, disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. Van Ophuysen dalam Kitab Logat Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. Pada 1928 Bahasa Indonesia diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan. Kemudian tahun 1942 kedudukan bahasa Indonesia semakin kokoh akibat kekalahan belanda terhadap Jepang, yang secara otomatis bahasa Belanda tidak boleh dipergunakan lagi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam situasi resmi. Tahun 1945 Bahasa Indonesia memperoleh kedudukannya yang lebih pasti sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa kesatuan dan bahasa negara. Kemudian, dengan penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden RI tanggal 16 Agustus tahun 1972, selangkah bahasa Indonesia maju menuju kesempurnaannya. (Lihat J.S Badudu.1985)
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaedah bahasa. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1) Sebagai kebanggaan nasional,
Sebagai lambang kebangsaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan itu, bahasa Indonesia selalu kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap jika kita lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada kata bahasa asing
2) Sebagai lambang identitas nasional,
Bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika kita selalu berusaha membina dan mengembangkannya secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang tidak benar-benar kita perlukan. Untuk itu kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus ditingkatkan.
3) Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya,
Bahasa indonesia memang mampu mempersatukan bangsa indonesia yang berbeda-beda suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. Hal itu tampak jelas sejak di ikrarkan Sumpah Pemuda.
Pada zaman penjajahan jepang yang penuh dengan kekerasan dan penindasan, Bahasa Indonesia di gembleng sebagai alat pemersatu yang ampuh bagi Bangsa Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
4) Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah
Bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa Indonesia yang latar belakang sosial budaya dan bahasa ibunya berbeda-beda. Berkat bahasa nasional, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibunya itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga kesa-lahpahaman antarmereka tidak terjadi. Selanjutnya, dengan menggunakan bahasa Indonesia kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air kita ini tanpa ada hambatan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya suatu bahasa dapat didasari oleh tiga patokan, yaitu
(1) jumlah penuturnya,
(2) luas penyebarannya, dan
(3) peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang bernilai tinggi.














PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional mempunyai fungsi, yaitu Sebagai kebanggaan nasional, Sebagai lambang identitas nasional, Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah.
B. Saran
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional jangan disamakan dengan Bahasa Negara. Karena banyak orang yang beranggapan bahwa Bahasa Nasional itu sama dengan Bahasa Negara. Padahal kalau kita cermati ada perbedaannya, yaitu Bahasa Nasional bisa di gunakan dalam sehari-hari. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras. Sedangkan Bahasa Negara digunakan sebagai bahasa Resmi dan baku.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai Bahasa Indonesia tentunya tak bisa terlepas dari asal usul Bahasa Indonesia itu sendiri, apabila kita lihat ke belakang, Bahasa Indonesia berakar dari rumpun Bahasa Melayu yang akhirnya mengalami perkembangan seiring dengan adanya pengukuhan secara resmi Bahasa Indonesia pada saat peristiwa Sumpah Pemuda tepat pada 28 Oktober 1928. Peristiwa tersebut secara langsung mengantarkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri mulai mengalami masa perkembangannya pada masa pemerintahan Orde Lama yang ditandai dengan adanya bentuk ejaan lama seperti rangkaian “dj”, “tj”, “oe”,dan bentuk lain ejaan lama. Di samping kemunculan ejaan lama, perkembangan Bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemunculannya para sastrawan Indonesia, mulai dari sastrawan angkatan 45, balai pustaka, hingga sastrawan-sastrawan muda yang saat ini mulai bermunculan.
Terkait dengan sedikit ulasan sebelumnya, perkembangan Bahasa Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya menimbulkan dampak positif, dampak negatifnya pun ada. Berkembangnya bahasa pergaulan yang saat ini mulai bermunculan mempengaruhi bentuk baku dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Ejaan Yang disempurnakan(EYD) pun mulai terlupakan. Masyarakat merasa lebih nyaman berkomunikasi menggunakan bahasa yang dikenal dengan “Bahasa Gaul”. Mereka bahkan merasa tak mengikuti perkembangan jaman apabila tidak bisa berbicara dengan bahasa gaul tersebut, selain itu, kemunculan bahasa pergaulan itu memberikan efek domino terhadap munculnya bahasa-bahasa baru yang tentunya menyimpang dan menyalahi bentuk EYD itu sendiri. Bahasa-bahasa itu antara lain bahasa komunikasi yang digunakan oleh sebagian komunitas, golongan bahkan perkumpulan tertentu. Sebagai contoh bahasa yang digunakan oleh para waria yang sangat khas kita dengar.
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya mengembalikan Bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Mengurangi komunikasi menggunakan bahasa gaul bisa menjadi salah satu upaya kearah tersebut. Sebagai realisasinya yaitu dengan membiasakan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik di lingkungan keluarga. Penggunaan bahasa sms yang baik dan benar pun bisa pula kita lestarikan untuk memperbaiki penggunaaan Bahasa Indonesia secara benar.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
2. Apa fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional ?
















ISI
BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL
Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia mengalami tahap-tahap yang sangat penting dalam sejarah perkembangannya. Dimulai dari 1901, disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. Van Ophuysen dalam Kitab Logat Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. Pada 1928 Bahasa Indonesia diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan. Kemudian tahun 1942 kedudukan bahasa Indonesia semakin kokoh akibat kekalahan belanda terhadap Jepang, yang secara otomatis bahasa Belanda tidak boleh dipergunakan lagi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam situasi resmi. Tahun 1945 Bahasa Indonesia memperoleh kedudukannya yang lebih pasti sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa kesatuan dan bahasa negara. Kemudian, dengan penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden RI tanggal 16 Agustus tahun 1972, selangkah bahasa Indonesia maju menuju kesempurnaannya. (Lihat J.S Badudu.1985)
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaedah bahasa. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1) Sebagai kebanggaan nasional,
Sebagai lambang kebangsaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan itu, bahasa Indonesia selalu kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap jika kita lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada kata bahasa asing
2) Sebagai lambang identitas nasional,
Bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika kita selalu berusaha membina dan mengembangkannya secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang tidak benar-benar kita perlukan. Untuk itu kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus ditingkatkan.
3) Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya,
Bahasa indonesia memang mampu mempersatukan bangsa indonesia yang berbeda-beda suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. Hal itu tampak jelas sejak di ikrarkan Sumpah Pemuda.
Pada zaman penjajahan jepang yang penuh dengan kekerasan dan penindasan, Bahasa Indonesia di gembleng sebagai alat pemersatu yang ampuh bagi Bangsa Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
4) Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah
Bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa Indonesia yang latar belakang sosial budaya dan bahasa ibunya berbeda-beda. Berkat bahasa nasional, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibunya itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga kesa-lahpahaman antarmereka tidak terjadi. Selanjutnya, dengan menggunakan bahasa Indonesia kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air kita ini tanpa ada hambatan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya suatu bahasa dapat didasari oleh tiga patokan, yaitu
(1) jumlah penuturnya,
(2) luas penyebarannya, dan
(3) peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang bernilai tinggi.














PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional mempunyai fungsi, yaitu Sebagai kebanggaan nasional, Sebagai lambang identitas nasional, Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan Sebagai alat penghubung antar budaya antardaerah.
B. Saran
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional jangan disamakan dengan Bahasa Negara. Karena banyak orang yang beranggapan bahwa Bahasa Nasional itu sama dengan Bahasa Negara. Padahal kalau kita cermati ada perbedaannya, yaitu Bahasa Nasional bisa di gunakan dalam sehari-hari. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional biasanya digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang terpenting dalam pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan. Pemakaian bahasa dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis, maupun lewat kinestiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras. Sedangkan Bahasa Negara digunakan sebagai bahasa Resmi dan baku.

Selasa, 12 Oktober 2010

1. Pendekatan pembelajaran induktif atau deduktifkah menurut Anda yang secara potensial lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn SD kelas rendah? Jelaskan dengan argumentasi yang mapan !
2. Ada tiga sub model pembelajaran terpadu PKn SD. Coba Anda buat satu rancangan pembelajaran dari ketiga model pembelajaran PKn SD tersebut, dan Anda tuangkan dalam RPP (cukup satu KD saja)!

Jawab :
1. Menurut pendapat saya, pendekatan pembelajaran Induktif lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran PKn kelas rendah, karena anak usia SD berada pada fase berfikir operasional kongkrit. Pada fase ini kemampuan pemahaman anak terbatas pada hal-hal yang bersifat kongkrit. Anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak dengan baik.
2. Rancangan pembelajaran model PKn “ekspositori”
Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
Apersepsi deengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
Kemudian guru menyampaikan konsep-konsep materi
Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti, gambar, kaset, dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi
Guru mulai mengadakan pembelajaran
Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan memberikan tindak lanjut



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pembelajaran : PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
Kelas/ Semester : II/2
Alokasi Waktu : 4 X 35 menit
Pelaksanaan : Sabtu, 16 Oktober 2010


A. Standar Kompetensi
Menampilkan sikap demokratis
B. Kompetensi Dasar
Mengenal kegiatan bermusyawarah
C. Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Mendeskripsikan pengertian musyawarah
4) Mendeskripsikan pelaksanaan musyawarah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran tentang Mengenal kegiatan bermusyawarah, siswa mampu:
1) Menjelaskan pengertian demokrasi
2) Memberikan contoh demokrasi dalam kehidupan
3) Menjelaskan pengertian musyawarah
4) Menjelaskan pelaksanaan musyawarah

E. Materi Pembelajaran
1) Arti Demokrasi
2) Demokrasi dalam Bentuk Musyawarah
F. Metode Pembelajaran
1) Metode ceramah
2) Metode pengamatan
3) Metode diskusi
4) Metode pemberian tugas
5) Metode penugasan
G. Alat dan sumber Pembelajaran
1) Buku Pendidikan Kewarganegaraan SD dan MI Kelas II
2) Buku yang relevan
H. Langkah-Langkah
Pertemuan Ke-1 dan 2
Judul materi pelajaran : arti demokrasi.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menunjukkan beberapa gambar, seperti sidang umum wakil rakyat, pelaksanaan pemilu, pemilihan ketua kelas, dan pemilihan kepala desa.
b. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Apakah gambar-gambar itu menunjukkan adanya demokrasi?”
c. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan tentang pemilihan ketua kelas II (pada saat mereka masuk dahulu).
d. Guru menjelaskan arti demokrasi.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

Pertemuan Ke- 3 dan 4
Judul materi pelajaran : demokrasi dalam bentuk musyawarah.
Langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Awal
a. Presensi
b. Guru menginformasikan tentang materi yang akan dibahas.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menanyakan kepada peserta didik. ”Pernahkah kamu melihat kegiatan musyawarah?” ”Apakah musyawarah juga ada di lingkungan keluarga?”
b. Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membuat karangan dengan memilih judul berikut.
 Musyawarah di Keluargaku
 Musyawarah di Kelasku
 Musyawarah di Kampungku
c. Guru menjelaskan tentang musyawarah.
3) Kegiatan Akhir
Guru dan peserta didik membuat simpulan akhir tentang materi yang dibahas.

I. Evaluasi
a. Prosedur
 Tes awal : tidak ada
 Tes dalam proses : ada
 Tes akhir pembelajaran : ada
b. Bentuk tes
 Tes lisan dilakukan awal dan dalam proses
 Tes tertulis (isian singkat) dilakukan setelah akhir pelajaran
 Tes skala sikap
c. Soal tes
1. Musyawarah merupakan pengamalan Pancasila, sila ....

a. pertama
b. ketiga
c. Keempat

2. Membahas masalah bersama dengan tujuan mencapai mufakat disebut ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. musyawarah
3. Tujuan musyawarah adalah ....
a. mencapai kesepakatan bersama
b. mendapat dukungan orang banyak
c. merencanakan suatu kegiatan
4. Musyawarah yang baik dilandasi semangat ....
a. kerja sama
b. kekeluargaan
c. persamaan derajat
5. Dalam musyawarah di kelas sering muncul banyak ....
a. Persaingan
b. Pendapat
c. Keputusan


d. Kunci jawaban
1. C
2. C
3. A
4. C
5. B
e. Penilaian
 Jm soal 5
 Setiap jawaban diberi skor 2
 Setiap jawaban kurang diberi skor 1
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100

J. Tindak Lanjut
a. Soal
Berikan tanda cek (√) pada pernyataan berikut sesuai dengan pendapatmu!
NO pernyataan Tidak pernah Kadang sering selalu
1 Mendengarkan semua pendapat pesarta rapat dengan tertib
2 Tidak memaksakan kehendak
3 Mengajukan pendapat dengan cara yang sopan
4 Menganggap pendapat sendiri paling benar
5 Tidak melaksanakan keputusan musyawarah karena pendapatnya tidak diterima

b. Kunci jawaban
Relatif berdasarkan hasil pendapat siswa.
c. Pedoman penilaian
 Setiap jawaban betul diberi skor 20
 Setiap jawaban salah diberi skor 0
 Nilai = x 100
= x 100 = 100